
Tapi, tahukah kita di mana peralatan elektronik lama itu sekarang ? Saya jamin anda tidak akan pernah peduli akan hal itu. Mungkin ada di tempat jual-beli elektronik bekas, di tukang pengepul barang bekas atau mungkin di buang begitu saja di TPA bersama sampah-sampah lain.
Menurut laporan UNEP (United Nations Environment Programme) negara berkembang menghadapi masalah serius di bidang lingkungan dan kesehatan karena meningkatnya sampah berbahaya dari piranti elektronik.
Dan masih dari laporan UNEP, Cina memproduksi kurang lebih 2.3 juta ton e-waste tiap tahunnya, dan juga Amerika Serikat dengan 3 juta ton.
Bisa dibayangkan e-waste yang ada di Afrika Selatan sebagai daerah pemasaran dari produk elektronik negara lain, dan China itu sendiri, pada tahun 2020 diprediksi e-waste di negara tersebut akan naik 200 dan 400 persen dari tahun 2007 dan juga di India akan naik 500 persen.
Dan sekali lagi tahukah anda bahwa sampah elektronik (e-waste) itu mengandung bahan atau logam berbahaya ?
Menurut suatu sumber, rata-rata dalam satu tahun produksi ponsel dan komputer menggunakan 3% perak dan emas, 13% palladium, 15% kobalt dan bahan berbahaya lainnya seperti timbal.
Sampah yang mengandung logam berat ini ketika dibakar menimbulkan polusi udara yang berbahaya dan jika dibuang akan menghasilkan lindi (semacam cairan yang berasal dari dekomposisi sampah dan infiltrasi air eksternal dari hujan). Jika cairan ini sampai masuk ke dalam tanah, ini akan mencemari air tanah.
Timbal yang biasanya digunakan sebagai bahan aditif dalam bensin (yang juga digunakan dalam peralatan elektronik) jika dibakar dan terhirup oleh manusia akan merusak pertumbuhan otak. Timbal itu sendiri merupakan suatu zat neurotoksin (racun penyerang saraf).
Dari sebuah riset yang dilakukan Puji Lestari, staf pengajar dan peneliti jurusan Teknik Lingkungan ITB Bandung menunjukkan, adanya hubungan invers (terbalik) kandungan timbal terhadap angka IQ, semakin tinggi kadar timbal dalam darah, semakin rendah poin IQ-nya.
Sedangankan penelitian yang dilakukan oleh Muhamad Khidri Alwi, peneliti dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Muslim Makasar menyebutkan, setiap kenaikan kadar timbal 10 mkgr/dl dalam darah, memicu penurunan IQ sebesar 2,5 poin. Penurunan ini sudah dimulai ketika kadar timbal di atas ambang batas 10 mkgr/dl.
Solusi
Para Ilmuwan di Jepang memiliki pendapat yang berbeda mengenai e-waste. Dari kumpulan e-waste tersebut mereka dapat mendulang emas yang tidak sedikit. Sebagai perbandingan saja Bayangkan dalam satu ton ore di pertambangan rata-rata emas yang bisa didapatkan hanya 5 gram. Sedangkan emas yang dihasilkan dari satu ton telepon selular bekas adalah 150 gram.
Bukankah ini sangat menguntungkan bagi lingkungan dan juga bisnis ?
Mengolah e-waste akan menjadi suatu tantangan (e-challenge) tersendiri khususnya bagi negara berkembang.
"By acting now and planning forward, many countries can turn an e-challenge into an e-opportunity."